Puisi DARAH TAK BERTUAN
Penerbit SSAN & Rumah Kita
DARAH TAK BERTUAN
Detik menghabiskan waktu
Awan hitam menggumpal meneriakkan jeritan
Nafas-nafas kecil memekik
Mencari nadi para malaikat
Menelusuri yang bernyawa
Untuk mengairi tubuhnya
Jutaan nadi mengering tak berair
Meminta aliran sungai darah pada penciptanya
Karena hamba-hamba-Nya telah dikepung keserakahan
Rohnya menjerit bersama amarah yang bersemayam di tubuhnya
Menginginkan air darah di permukaan danau
Menginginkan nadi yang mengaliri permadani
Namun semua hanya impian diselembar harapan
Lihat saja, kantong darah itu terlihat murung dan kusam
Tak ada merah yang mengairi nadi
Tak ada darah yang memenuhi danau
Tak ada nadi yang bermandikan darah
Hingga setetes harapannya pun tak nampak menetap di dalamnya
Jarum suntik pun menangis
Mengalirkan sungai derita yang memilukan ibu pertiwi
Karena mereka yang tunduk dengan ketakutannya
Mereka yang terbaring di sana
Apakah kalian mendengarnya?
Atau mungkin kalian berpura-pura tuli?
Tak mengerti, serupa suram
Diam meniti embun pagi yang bergantungan
Mereka yang mencari dirimu?
Apakah kamu ada?
Atau mungkin kamu sibuk bersembunyi di kolong ranjang
Menyembunyikan diri dari harapannya
Hingga kamu membusuk di tempat persembunyianmu
Sementara nafas-nafas itu tak memiliki banyak waktu
Bahkan mataharipun telah menjauh dari jantungnya
Dari hembusan nafas dan irama denyut nadi
Hingga ia menjadi debu
Apa harus pecahan kaca itu kutaburkan kematamu?
Agar kau mau memperdulikannya
Apa harus alunan musik itu memecah gendang telingamu?
Agar pendengaranmu jelas akan harapannya
Atau bahkan pasukan lintah itu menghabisimu?
Sampai pada akhirnya kau dapati namamu terukir di nisan
Aku tak ingin memaksamu
Tak juga menginginkanmu tunduk dengan perintahku
Lakukan saja semaumu
Hingga nantinya sisi baikmu menghampirimu
Menggenggam lembut tanganmu, lalu memeluk tubuh segarmu
Dari setiap perjumpaanmu dengan musim yang terbit
Untuk harapan yang telah aku katakan diatara luka-luka yang menganga
Komentar
Posting Komentar