Mengenal Tarian Ebeg yang Bisa Bikin Orang Kesurupan
Ebeg merupakan bentuk kesenian tari daerah Banyumasan yang menggunakan boneka kuda yang terbuat dari anyaman bambu dan kepalanya diberi ijuk sebagai rambut.
Tarian Ebeg di daerah Banyumas menggambarkan prajurit perang yang sedang menunggang kuda. Gerak tari yang menggambarkan kegagahan diperagakan oleh pemain Ebeg.
Apa nama lain pertunjukan ebeg di daerah lain?
Disebut ebeg karena dalam menari, para penari menggunakan ebeg, yaitu anyaman bambu yang dibentuk serupa kuda berwarna hitam atau putih yang dipasang kerincingan. Di daerah lain, kesenian ini dikenal dengan nama kuda lumping atau jaran kepang, jathilan, atau reog.
Apa fungsi tari ebeg?
Seiring dengan perkembangan jaman, kesenian ebeg beralih fungsi menjadi kesenian hiburan yang digunakan untuk memeriahkan berbagai acara, seperti dalam upacara- upacara pernikahan, khitanan, peringatan hari-hari besar, dan lain-lain. Selain peralihan fungsi, ebeg juga mulai tersebar dan berkembang di berbagai daerah.
Mengenal Ebeg, Kesenian Banyumas yang Bisa Bikin Orang Kesurupan
WARGA Banyumasan (Kabupaten Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Kebumen), terutama mereka yang lahir sebelum tahun 2000-an, pasti familiar dengan ebeg.
Tari tradisional yang menggunakan properti utama berupa kuda kepang (anyaman bambu berbentuk kuda) ini kerap digelar di lapangan desa atau tempat-tempat lapang lain di sudut-sudut desa.
Atraksi magis dari para penari, seperti memakan pecahan beling atau kaca, adalah sajian utama yang paling ditunggu penonton.
Kesenian rakyat ini sebenarnya menggambarkan kegagahan prajurit berkuda dengan segala atraksinya. Biasanya dalam pertunjukkan ebeg dilengkapi dengan atraksi barongan, penthul & cepet.
Dalam pertunjukkannya ebeg diiringi oleh gamelan yang lazim disebut bendhe. Kesenian ini mirip dengan jathilan, kuda kepang dan kuda lumping di daerah lain.Diperkirakan kesenian Ebeg ini sudah ada sejak zaman purba, tepatnya ketika manusia mulai menganut aliran kepercayaan animisme dan dinamisme.
Salah satu bukti yang menguatkan Ebeg dalam jajaran kesenian tua adalah adanya bentuk-bentuk in trance (kesurupan) atau wuru. Bentuk-bentuk seperti ini merupakan ciri dari kesenian yang terlahir pada zaman animisme dan dinamisme.
Selain itu Ebeg dianggap sebagai seni budaya yang benar-benar asli dari Jawa Banyumasan mengingat didalamnya sama sekali tidak ada pengaruh dari budaya lain. Berbeda dengan Wayang yang merupakan apresiasi budaya Hindu India dengan berbagai tokoh-tokohnya. Ebeg sama sekali tidak menceritakan tokoh tertentu dan tidak terpengaruhi agama tertentu, baik Hindu maupun Islam.
Bahkan dalam lagu-lagunya justru banyak menceritakan tentang kehidupan masyarakat tradisional, terkadang berisi pantun, wejangan hidup dan menceritakan tentang kesenian Ebeg itu sendiri.Lagu yang dinyanyikan dalam pertunjukan Ebeg hampir keseluruhan menggunakan bahasa Jawa Banyumasan atau biasa disebut Ngapak lengkap dengan logat khasnya. Jarang ada lagu Ebeg yang menggunakan lirik bahasa Jawa Mataraman dan bahasa selain Banyumasan.
Beberapa contoh lagu-lagu dalam Ebeg yang sering dinyanyikan adalah Sekar Gadung, Eling-Eling, Ricik-Ricik Banyumasan, Tole-Tole, Waru Doyong, Ana Maning Modele Wong Purbalingga dan lain-lain.Di Banyumas, biasanya ebeg ditampilkan dengan iringan musik calung Banyumasan atau gamelan Banyumasan. Nayaga atau pengiring sudah menyatu dengan para penarinya. Awalnya memang pertunjukan Ebeg biasanya diiringi dengan alat musik yang disebut Bendhe.
Alat musik ini memiliki ciri fisik seperti gong akan tetapi berukuran lebih kecil terbuat dari logam. Kemudian peralatan musik lain adalah Gendhing Banyumasan pengiring seperti kendang, saron, kenong, gong dan terompet.
Salah satu kewajiban dalam pementasan Ebeg adalah ketersediaan sesaji atau menyan. Sesaji digunakan untuk persembahan kepada para arwah maupun penguasa makhluk halus disekitar agar mau mendukung pementasan. Efeknya para pemain ebeg akan mengalami trans atau kerasukan yang dalam bahasa Banyumas disebut mendem karena dirasuki makhluk halus.
Di saat inilah para pemain ebeg biasa memakan berbagai benda yang tidak lazim dimakan seperti pecahan kaca (beling), bunga-bunga sesaji, mengupas kelapa dengan gigi, makan padi dari tangkainya, memakan dhedek (katul), bara api, dan lain-lain.
Keadaan mendem ini menunjukkan bahwa pemain ebeg sedang menunjukan bahwa dirinya adalah satria yang kuat. Pada akhir laga, pemain yang kerasukan akan disembuhkan oleh pemimpin grup Ebeg yang biasanya adalah seorang tetua adat dan disebut dengan istilah Penimbul
Tags: #pkbmgesit #ebeg #Trimanunggalsari
Referensi:
Wikipedia, sindonews. Com
Komentar
Posting Komentar